![]() |
SAMBUTAN: Alfian Andhika Yudhistira saat meraih gelar S2 di program Magister Kebijakan Publik di UNAIR - Foto Dok Nett |
HAIBANJAR.COM, JAKARTA- Momen wisuda Universitas Airlangga (UNAIR) ke-245 menjadi saksi haru dan kebanggaan tersendiri, khususnya bagi Alfian Andhika Yudhistira.
Di tengah gemuruh tepuk tangan dan kilau toga, Alfian berdiri tegak sebagai mahasiswa tunanetra pertama UNAIR yang berhasil menyelesaikan studi S2 di program Magister Kebijakan Publik.
Wisuda yang digelar di Airlangga Convention Center (ACC), Kampus MERR-C UNAIR itu terasa berbeda. Alfian, dengan suara yang mantap dan nada penuh syukur, menyampaikan sambutannya di hadapan ribuan hadirin.
“Saya sangat bahagia. Meskipun saya tunanetra pertama di UNAIR, saya merasa diperlakukan sangat baik selama kuliah. Teman-teman saya luar biasa. Mereka bukan hanya teman, mereka juga pendamping saya,” ucapnya penuh haru.
Alfian bukan hanya membanggakan bagi UNAIR, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang. Di tengah keterbatasan penglihatan, semangatnya untuk menimba ilmu tidak pernah padam. Ia menempuh jalan panjang dan tidak mudah hingga akhirnya meraih gelar magister.
“Saya adalah anak keempat, satu-satunya tunanetra di keluarga, dan yang pertama lulus S2. Ibu saya seorang ibu rumah tangga dan bapak saya tukang tambal ban. Tapi saya bangga menjadi bagian dari mereka,” tuturnya dengan nada penuh kebanggaan.
Sebelum melanjutkan studi magister, Alfian merupakan lulusan S1 Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR. Ia menyatukan ilmu kebudayaan dan kebijakan yang ia pelajari dalam dua jenjang pendidikan tersebut sebagai bekal untuk masa depan.
“Saya sangat bersyukur diberi kesempatan belajar di dua bidang ini. Ke depan, saya ingin berkontribusi lebih banyak bagi Indonesia, khususnya dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif.” tambahnya.
Tidak hanya berprestasi di bidang akademik, Alfian juga aktif mengampanyekan kesadaran tentang disabilitas melalui media sosial. Ia percaya bahwa menyuarakan isu disabilitas tidak harus dengan nada keluh kesah, tapi justru bisa dilakukan dengan kebahagiaan.
“Yang saya lakukan sekarang adalah menyebarkan isu-isu disabilitas di media sosial. Tapi saya ingin itu dilakukan dengan bahagia. Disabilitas itu harus bahagia,” tegasnya.
Dalam akhir pidatonya, Alfian menyampaikan pesan yang menyentuh hati seluruh hadirin. Ia mengajak seluruh wisudawan untuk terus berkarya dan memberi makna bagi bangsa, apa pun latar belakang dan cara yang dimiliki.
“Berbuat untuk negara tidak harus dengan cara yang sama, yang penting tujuannya sama. Semoga kita semua bisa menjadi insan excellent with morality dan berkontribusi pada bangsa ini dengan apa yang kita miliki.” timpalnya lagi.
Kisah Alfian menjadi pengingat bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk meraih mimpi. Di tengah tantangan, ia menunjukkan bahwa tekad dan dukungan dari lingkungan sekitar mampu mengubah rintangan menjadi jalan menuju prestasi.
Sumber: Universitas Airlangga